About this handsome man

Foto saya
aku cuma manusia biasa yang berjenis kelamin laki-laki,kata ibu aku cukup tampan untuk ukuran wong ndeso.aku dilahirkan di sebuah tempat yang like I always said aku sendiri gak yakin apa ada di peta Indonesia. kota itu bernama Bondowoso,orang seringkali rancu dengan wonosobo karena bondowoso mungkin rada asing di telinga mereka.aku lahir pada saat paceklik dan itu sering pula dihubungkan dengan kondisi tubuhku yang kerempeng.saat ini aku berada di sebuah kota besar yang pada awalnya sempat membuatku tercengang-cengang menyaksikan pembangunan yang sungguh sangat berbeda jauh dengan yang terjadi di kota asalku.disini (Bandung) orang terkesan sangat sibuk dan amat acuh dengan lingkungan sekitarnya.sementara di Bondowoso semua berjalan seperti ditopang oleh nafas warga.kebersamaan adalah satu hal yang tak lagi kutemui di kota sebesar ini.tapi entah beruntung atau bodoh,aku tetap merasa sebagai orang ndeso yang jauh dari pembangunan untuk menuju rakyat yang sejahtera.buktinya aku tetap saja tidak dapat mengikuti derap pembangunan. udah ah..malah ngaco,salam kenal yah..

Jumat, 18 Juni 2010

Kekayaan yang tak terlihat

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah kampung, dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang bisa sangat miskin. Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin.

Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya.

' Bagaimana perjalanan kali ini?'

' Wah, sangat luar biasa Ayah'

' Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin' kata ayahnya.

' Oh iya' kata anaknya

' Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?' tanya ayahnya.


Kemudian si anak menjawab.
' saya saksikan bahwa kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.

Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ketengah taman kita dan mereka memiliki telaga yang tidak ada batasnya.

Kita mengimpor lentera-lentera di taman kita dan mereka memiliki bintang-bintang pada malam hari.

Kita memiliki patio sampai ke! halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara utuh.

Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita.

Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya.

Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri.

Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki sahabat-sahabat untuk saling melindungi.'

Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.

Kemudian sang anak menambahkan ' Terimakasih Ayah, telah menunjukan kepada saya betapa miskinnya kita.'

Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang tidak kita punya. Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi orang lain. Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang. Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada Tuhan sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta lebih.

Tidak ada komentar: